BAB I
a.Latar Belakang
Peran media komunikasi sangat berjasa dalam menumbuhkan kesadaran kebangsaan, perasaan senasib sepenanggungan, dan pada akhirnya rasa nasionalisme yang mengantar bangsa ini pada kemerdekaan. Dengan hadirnya kemajuan teknologi, hambatan dan keterbatasan komunikasi dapat mulai diatasi. Faktor jarak sebagai salah satu hambatan komunikasi mulai dapat diatasi. Hal ini menjadi penting karena dengan mengetahui dan memahami sejarah kita akan dapat menentukan sikap dalam menghadapi masa depan dengan sejarah sebagai pedoman.
Pada zaman penjajahan dulu, adanya kebijakan politik etis yang mengakibatkan ketertindasan bangsa Indonesia. Pendidikan warga pribumi diperhatikan bukan karena alasan kemanusiaan, melainkan untuk kepentingan ekonomi para pebisnis Belanda. Warga pribumi yang sudah mulai pintar akibat mengenyam pendidikan dari kebijakan politik etis walaupun nantinya mereka akan dieksploitasi tenaganya sebagai tenaga admistratif bagi bisnis yang dilakukan pengusaha Belanda. Dengan kebijakan politik etis itu, pemerintah kolonial Belanda telah berhasil menciptakan tenaga-tenaga terampil yang dapat digunakan sebagai pekerja rendahan, baik pada pemerintahan atau usaha yang dilakukan pengusaha Belanda. Namun “Senjata makan tuan”, akhirnya timbul kesadaran akan ketertindasan warga pribumi selama pendudukan pemerintah kolonial Belanda oleh warga pribumi yang telah mengenyam hingga ke pendidikan tinggi. Mereka memiliki pandangan terhadap kondisi tanah kelahirannya yang dikuasai oleh orang asing. Mereka mulai membuat selebaran-selebaran dan surat kabar sebagai sarana untuk menyatakan dan menyebarluaskan gagasannya. Dengan munculnya surat kabar-surat kabar yang dikelola oleh warga pribumi, maka terjadi pertukaran dan penyebaran informasi mengenai kondisi di berbagai daerah di Nusantara. Hal itu menimbulkan perasaan kesamaan nasib yang memunculkan kesadaran kebersamaan. Maka timbulah dampak dari eksistensi surat kabar pribumi itu terhadap rasa senasib sepenanggungan. Media massa dan komunikasi sebagai sarana dan alat pemersatu bangsa.
Dalam menghadapi perlawanan bangsa Jepang, Belanda maupun kekuatan dari dalam yang dapat mengancam keutuhan kedaulatan Republik Indonesia sangat dibutuhkan rasa nasionalisme yang tinggi. Salah satu factor yang dapat menunjang terjaminnya rasa nasionalime dalam perjuangan kemerdekaan adalah adanya komunikasi antar bangsa Indonesia, karena dengan adanya komunikasi antara bangsa Indonesia yang berada di wilayah yang berbeda maka bangsa Indonesia mampu mengetahui informasi mengenai pergolakan yang terjadi di berbagai daerah. Dalam perjuangan bangsa Indonesia salah satu media yang digunakan dalam komunikasi adalah radio siaran (radio broad cast). (Efendy, 1983: 1)
Berdasarkan cuplikan sejarah tersebut dapat dilihat betapa pentingnya media massa dan komunikasi sebagai tumbuhnya kesadaran kebangsaan dan alat pemersatu bangsa. Dimana baik media massa maupun media komunikasi memiliki fungsi fungsi media massa antara lain to inform, to educate, to influence, and to entertain.
Media komunikasi dan Media massa diharapkan dapat menjadi sarana untuk memberi informasi, untuk mendidik (pencerahan), sarana bertukar pikiran (diskusi), dan sarana penghibur dari rutinitas dan eksploitasi korporasi yang berdampak bagi perkembangan kualitas diri dan lingkungan kita.
RRI adalah satu-satunya radio yang menyandang nama negara, siarannya ditujukan untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat di seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. RRI yang berdiri 24 hari setelah kemerdekaan Republik Indonesia tepatnya tanggal 11 September 1945, mempunyai peran besar dalam perjuangan kemerdekaan dan dalam perjalanan negeri ini, pendiri RRI adalah bapak-bapak dan Ibu-Ibu Pendiri Bangsa.
Setelah selama 65 tahun RRI menjadi corong pemerintah, maka berdasar UU No.32 tahun 2002, RRI berubah menjadi Lembaga Penyiaran Publik yang bersifat independen, netral dan tidak bersifat komersial yang tugasnya adalah memberikan pelayanan siaran informasi, pelestarian budaya, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol sosial dan menjaga citra positif bangsa di dunia Internasional. RRI merupakan badan hukum yang didirikan oleh negara yang berdasarkan PP 12 tahun 2005 kedudukannya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden RI.
RRI merupakan radio yang mempunyai jaringan siaran terbesar yaitu 60 stasiun dengan 191 programa di Indonesia dan berdasarkan penelitian yang diselenggarakan Universitas Indonesia pada tahun 2003 RRI menjangkau 83% penduduk Indonesia. Kelompok Pemerhati RRI Sebagai bentuk partisipasi publik, masyarakat membentuk kelompok pemerhati RRI yang merupakan pendengar dari masyarakat umum, LSM, petani, nelayan, anggota DPR/ DPRD, pemda, perusahaan swasta. Pemerhati ini terdapat di masing-masing stasiun RRI yang jumlahnya mencapai ratusan bahkan ribuan orang yang secara rutin aktif memberikan masukan, mengevaluasi program dan ikut mengisi program siaran. Pada sebagian stasiun RRI kelompok pemerhati ini juga menyelenggarakan pelatihan-pelatihan untuk teknologi tepat guna, kerajinan, pengolahan bahan makanan yang hasilnya dipromosikan melalui RRI.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peran RRI di tengah munculnya Radio Swasta dan Media Televisi?
2. Bagaimanakah interaksi pendengar RRI dengan penyiar RRI?
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Peran RRI di Tengah Munculnya Radio Swasta dan Media Televisi.
RRI dari waktu ke waktu terus mengalami beberapa kali perubahan, sejak berdirinya RRI menjadi Radio Perjuangan, kemudian menjadi Radio Pemerintah, berubah lagi menjadi Perusahaan Jawatan, dan saat ini RRI menjadi Lembaga Penyiaran Publik yang bersifat independen dan netral.
Pelaksanaan program RRI yang dilaksanakan disesuaikan dengan prinsip – prinsip lembaga penyiaran publik. Lembaga penyiaran publik yang dimaksud adalah siaran RRI betul-betul harus memberikan pelayanan kepada publik dalam hal informasi, bagaimana RRI memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan publik, dan RRI menjadi acuan informasi yang terpercaya. Untuk siaran pendidikan, RRI mengembangkan siaran-siaran budi pekerti, juga siaran pendidikan sosial bagi masyarakat seperti siaran pedesaan, siaran lingkungan, siaran wanita, bagaimana menggerakan masyarakat untuk memberdayakan dirinya sendiri, di samping juga siaran pendidikan yang sifatnya School Broadcast, jadi siaran pendidikan yang mempunyai kurikulum, untuk tingkatan dari taman kanak-kanak, sampai pada perguruan tinggi.
Di samping itu, fungsi RRI atau tugas RRI sebagai lembaga penyiaran publik, adalah RRI menjadi identitas bangsa, melalui siaran-siaran budaya. Seluruh RRI di Indonesia, menyelenggarakan siaran gelar budaya. Hal itu selain untuk melestarikan budaya yang di beberapa daerah hampir punah, juga bagaimana melalui siaran budaya berjaringan nasional, RRI memberikan pemahaman antar suku bangsa karena dengan budaya ini bisa mempersatukan bangsa Indonesia.
1. Ibu Yayuk selaku Kepala Bagian Programma Empat RRI Surabaya
RRI sangat mempunyai kepedulian yang tinggi di dalam siaran-siaran budaya, selain itu RRI juga memberikan siaran hiburan untuk semua kalangan yang sesuai dengan sekmennya/lapisannya, seperti untuk anak-anak dan untuk remaja. Untuk Remaja RRI bekerjasama dengan beberapa penyanyi dan penyanyi – penyanyi muda yang mempunyai kepedulian dalam hal memberikan hiburan yang sehat, di samping menggali bakat dari generasi muda dari berbagai daerah. Selain itu, RRI juga menyelenggarakan klinik musik di berbagai daerah, dengan mengangkat group – group Indi untuk dibawa ketingkat nasional melaui RRI.
RRI mempunyai kepedulian yang sangat tinggi untuk siaran-siaran di wilayah perbatasan, karena seperti diketahui bahwa di daerah perbatasan atau terdepan dari Indonesia begitu gencar informasi dari luar negeri menyuarakan siaran-siaran mereka menggunakan bahasa Indonesia ditujukan kepada masyarakat Indonesia. RRI juga terus memberikan pengamanan di wilayah terdepan Indonesia melalui siaran Information City Beld (informasi sekitar kota); dan sekarang RRI meningkatkan siarannya.
RRI juga menyelenggarakan siaran jurnalisme damai di wilayah – wilayah daerah konflik seperti di Palu, Ambon, Aceh, dan juga di Papua. RRI juga menyelenggarakan siaran-siaran untuk meningkatkan pemahaman lintas agama, lintas bangsa, bagaimana RRI menyiaran siaran-siaran dengan tujuan untuk perdamaian.
A. 1 Kehilangan Popularitas
Walau begitu pentingnya peran RRI sebagai Radio publik Indonesia, RRI juga pernah mengalami masa-masa dimana ditinggalkan pendengarnya karena merupakan kesalahan pada rezim yang berkuasa pada waktu itu Orde Baru, yang "membelokkan" tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) RRI yang semula sebagai radio publik milik bangsa menjadi radio suara pemerintah (corong pemerintah). Sehingga RRI kehilangan kredibilitas sebagai radio publik. Namun, di orde reformasi, RRI kembali ke khitahnya menjadi lembaga penyiaran publik.
Merosotnya popularitas RRI di masyarakat di massa lalu, menjadi pelajaran tersendiri untuk kemudian bangkit. Selain itu, lahirlah UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, pasal 4 yang secara eksplisit disebutkan Lembaga Penyiaran Publik adalah RRI dan TVRI.
Munculnya Peraturan Pemerintah (PP) No.12/2005, tentang Lembaga Publik RRI, itu semakin menguatkan RRI sebagai radio publik yang independen, netral, mandiri, profesional dan nonkomersial.
Satu yang menjadi kelebihan dari RRI, yang hingga kini masih ada adalah mempunyai pendengar-pendengar fanatis khususnya di daerah-daerah tradisional seperti pedesaan. Contoh di Jawa Timur, masih banyak warga yang masih suka mendengarkan siaran RRI berupa ludruk dan wayang.
A.2 Mengubah Citra RRI
Dengan memiliki modal landasan hukum yang kuat dan kembalinya jati diri RRI sebagai radio publik, pelan-pelan RRI mencoba meraih dukungan dan simpati dari masyarakat dan juga mengubah citra RRI yang dulu dikatakan kuno atau ketinggalan zaman.
Sebagai upaya untuk menyiasati agar RRI semakin berkembang, maka di setiap stasiun, minimal mempunyai empat programa (PRO) melipuri PRO 1 (news dan intertainment), PRO 2 (life style dan entertainment), PRO 3 (jaringan berita nasional) dan PRO 4 (etnik dan budaya).
Untuk PRO 2 segmennya khusus untuk menarik remaja dewasa yang berisi gaya hidup masyarakat perkotaan. Sedangkan untuk PRO 1 dan PRO 3 lebih fokus ke segmen berita daerah dan nasional. Dan untuk PRO 4 lebih pada segmen kebudayaan daerah yang tetap ditonjolkan sebagai ciri khas Indonesia sebagai negara multietnik. Selain "On Air", RRI juga kembangkan acara "Off Air" dengan memanfaatkan Gedung Kesenian seperti halnya Gedung Cak Durasim Surabaya yang setiap kali menggelar berbagai acara budaya seperti festival reog, tari remo, teater dan lainnya.
Harapan ke depan, RRI tetap mengacu pada visinya sebagai radio publik yang menghibur, mencerdaskan dan melestarikan budaya. Sikap netralitas dan independensi, tanpa harus menyudutkan dan bersifat provokasi, berusaha dijaga. Dalam banyak kasus, RRI tidak alergi untuk kritisi pemerintah. Bahkan juga melaporkan Kasus-kasus korupsi di daerah. Untuk itu, dalam menjalankan fungsi sebagai LPP, harus mengutamakan kebutuhan, ketimbang keinginan publik. Rating (iklan) bukan hal utama. Sebaliknya, misi mencerdaskan adalah hal lebih penting. Maka, program-program yang tidak pupoler seperti kuliah subuh dan kegiatan seni budaya daerah menjadi unggulan. Maka, hal-hal klenik, kekerasan, dan semacamnya yang mesti kami tahu rating-nya sangat tinggi dan jadi keinginan publik, tidak ditampilkan karena belum menjadi kebutuhan publik. Sebagai media publik, RRI punya tanggung jawab moral untuk mengarahkan masyarakat agar lebih rasional.
A.3 Peningkatan Kualitas Siaran
Kemampuan RRI menjadi sumber berita yang benar-benar yang paling kompeten dan akurat belum sampai sejauh ini belum tercapai. Hal itu dikarenakan, RRI juga harus meningkatkan kualitasnya, di sisi lain masih belum mampu menjadi kekuatan sumber utama di bidang radio dan kadang pula masih dikalahkan oleh radio-radio swasta.
Dari sisi budaya, memang RRI sudah cukup bagus, untuk komunikasi multikultur dengan memperkenalkan budaya dari masing-masing masyarakat. Untuk itu, RRI harus meningkatkan citra independensinya yang selama ini masyarakat melihat RRI condong ke pemerintah, sehingga belum seperti media publik lainnya. Independensi tersebut adalah berupa kemampuan menggalang dana dari publik, indikatornya di negara-negara maju lembaga penyiaran publik dihidupi publik.
Lembaga publik, tidak boleh komersial atau menjadi pesaing radio swasta, tapi perlu diingat peran publiknya jangan sampai diambil radio swasta. Ketika radio swasta hanya melayani daerah-daerah komersial yang berpotensi secara ekonomi seperti di kota-kota besar di segmen-segmen yang memang laku dijual laku iklannya. Maka LPP harus memberikan layanan yang bukan sekedar "yang laku", melainkan menutup "lobang-lobang" yang dilayani oleh radio swasta. Bukan melihat apa yang diinginkan publik, tapi apa yang dibutuhkan publik. Seperti halnya berita terkait pemilu, yang harus dipertahankan RRI adalah sisi edukatifnya, bukan emosional, sensasional, dan konfliknya. Selain itu, budaya bukan hanya informasi budaya yang disukai seperti halnya musik dangdut atau lagu menghibur lainnya. Akan tetapi budaya untuk membangun multikulturalisme, saling pengertian antar penduduk.
Untuk itu, membangun sebuah LPP yang unggul di semua bidang penyiaran, maka RRI ke depan harus bersinergi dengan media televisi, seperti TVRI dan media "on line" seperti ANTARA. Seperti halnya, kantor berita asing BBC yang juga ada radio dan TV-nya, serta VOA radio sekaligus TV. Hal tersebut perlu disinergikan dalam rangka untuk melayani publik.
B. Interaksi Pendengar RRI dengan Penyiar RRI.
Penyiar radio adalah seseorang yang bertugas sebagai penjembatan untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat luas baik yang bersifat informatif, seni, dan hiburan. Setiap acara siaran direncanakan, diproduksi, dan disajikan kepada pendengar dengan isi pesan yang bersifat informatif, edukatif, persuasif, simulatif, dan komunikatif (Wahyudi, 1997: 7). Penggunaan bahasa sangat beraneka ragam sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya. Oleh sebab itu, seorang penyiar radio pun akan menentukan bahasa yang komunikatif dengan pendengarnya saat menguadara. Hal tersebut berarti seorang penyiar harus dapat membedakan penggunaan bahasa dalam situasi formal dan informal pada saat siaran.
1. Ibu Utiek Selaku Penyiar
Penyiar adalah seorang kreator. Penyiar memiliki beribu – ribu kreativitas untuk disuguhkan kepada pendengarnya secara spontan maupun terencana. Hal tersebut dilakukan oleh seorang penyiar karena tuntutan situasional dan kesepahaman komunikasi antara penyiar dan pendengarnya. (Rohmadi,
Penyiar adalah mediator komunikasi dengan masyarakat pada stasiun radio baik pemerintah maupun swasta. Seorang penyiar dituntut memiliki kelincahan dan kreativitas dalam berbahasa, bertindak, dan berpikir. Kelincahan tersebut harus diwujudkan dalam bentuk perilaku, tindakan, dan ekspresi lisan pada waktu siaran. Hal tersebut dilakukan karena pendengar RRI tidak hanya seorang tetapui beribu – ribu masyarakat dan berstrata sosial ekonomi, pendidikan, dan pola pikir yang berda – beda.
Dalam interaksi antara penyiar mempunyai fungsi Fatis, yaitu pemakaian bahasa untuk menciptakan suatu suasana hubungan antarpribadi (seperti pengucapan salam, selamat, dan ucapan kegembiraan mengadakan kontak dengan orang lain. Fungsi tersebut akan terjadi ketika ada hubungan interaksi antarmanusia dalam kehidupan. Demikian pula halnya, pada saat penyiar RRI berkomunikasi dengan para pendengarnya.
0 CommentS:
Posting Komentar
Terima kasih atas Komentarnya ya..