Halaman

PENGARUH SISTEM MULTI PARTAI TERHADAP PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DI SURABAYA SELATAN

Sejak kemerdekaan, Indonesia sudah mengalami Sembilan kali pemilihan umum. Pada pemilu yang diselenggarakan pertama kali di tahun 1955 diikuti oleh 172 partai politik, dan enam kali pemilu pada masa orde baru dan dua kali di masa reformasi. pemilu pertama pada masa orde baru yang diikuti sepuluh partai politik kemudian disederhanakan menjadi dua partai politik dan Golongan karya berdasarkan UU No. 3/ 1975 tentang partai politik dan Golkar. Setelah reformasi bergulir di tahun 1998 yang mana pintu gerbang kebebasan berdemokrasi dibuka lebar-lebar, partai politik kembali bermunculan untuk meramaikan pesta demokrasi. Ada 48 partai peserta pemilu waktu itu dengan ideologi yang tidak beracuan pada pancasila saja. Kemudian 24 partai politik yang mengikuti pemilu 2004 yang merupakan pemilu secara langsung pertama kali di Indonesia. Pada pemilu yang terakhir ini banyak kalangan yang menilai sebagai kemajuan yang luar biasa dalam perjalanan demokrasi Indonesia, dengan diikuti perubahan yang mendasar pada bangunan sistem politik kita sebagai konsekuensi dari amandemen terhadap UUD 1945. Salah satunya adalah pemilihan presiden secara langsung, suatu mukjizat yang luar biasa setelah 32 tahun terbelenggu oleh rezim totalitarian orde baru. Kemudian pada pemilu 2009 mendatang, sistem multi partai makin popular.


Partai politik menurut Sigmun Neumann adalah organisasi tempat kegiatan politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang tidak sepaham . Partai politik mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai sarana komunikasi politik yang berperan sebagai penyalur aspirasi dan pendapat rakyat. Sebagai sarana sosialisasi politik yang berperan sebagai sarana untuk memberikan pemahaman nilai-nilai, norma, dan sikap serta orientasi terhadap fenomena politik tertentu. Sebagai sarana rekruitmen politik yaitu partai mengajak orang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai. Sebagai sarana pengatur konflik, parpol berfungsi untuk mengatasi berbagai macam konflik sebagai konsekuensi dari Negara demokrasi.

UU No 31 tahun 2002 tentang Partai Politik merupakan produk hukum yang keluar setelah tumbangnya Pemerintahan Soeharto. Karena itu, undang tentang partai politik merupakan produk dari reformasi politik pascapemerintahan Soeharto. Ada beberapa karakteristik penting dari reformasi politik yang tercermin dari UU No. 31 tahun 2002 ini yaitu: 1) Jumlah partai politik tidak dibatasi. Partai politik bisa didirikan oleh 50 orang warga negara Indonesia yang berusia di atas 21 tahun ke atas. Untuk dapat mengikuti pemilihan umum, partai politik harus didaftarkan ke Departemen Kehakiman dengan memenuhi sejumlah persyaratan tertentu. Ketentuan ini berbeda dengan undang-undang partai politik pada masa pemerintahanSoeharto yang membatasi partai politik di Indonesia hanya berjumlah tiga partai politik saja. 2) Partai politik diberi keleluasaan untuk merekrut anggota dan membuka cabang sampai ke tingkat desa atau kelurahan. Pada masa Pemerintahan Soeharto, Partai Politik hanya boleh membuka cabang sampai tingkat kecamatan. Sedangkan untuk keanggotaan partai, rejim Soeharto juga membatasi keanggotaan pegawai negeri dan militer. Pegawai negeri dan militer hanya boleh bergabung dengan Golongan Karya. Kebijakan ini sering disebut dengan istilah kebijakan ‘massa mengambang’. 3) Partai politik dapat memiliki ideologi sepesifik sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila. Pada masa pemerintahan Soeharto, partai politik harus secara eksplisit mencantumkan Pancasila sebagai satu-satunya azas dan ideologi politik partai. Pada masa Pemerintahan Soeharto kebijakan ini disebut dengan istilah “Asas Tunggal Pancasila”. 4) Partai politik memiliki kebebasan untuk menyelenggarakan rapat umum danmemilih pemimpinnya. Pada masa pemerintahan Soeharto, partai poltik hanya dapat menyelenggarakan rapat umum atas seijin Departemen Dalam Negeri.

Pemilu, sebagai sarana demokrasi pancasila dimaksudkan untuk membentuk system kekuasaan Negara yang berkedaulatan rakyat dengan permusyawaratan/ perwakilan sesuai konstitusi UUD 1945. Penyelenggaraan pemilu yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan parpol harus mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan dan gotong royong. Oleh sebab itu, asas luber dan jurdil, sebagai prasarat yang disepakati, harus dilaksanakan oleh semua organisasi peserta pemilu secara murni dan konsekuen. Pemilu berfungsi untuk mempertahankan dan mengembangkan sendi-sendi Demokrasi Pancasila dan mencapai suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila. Pelaksanaan pemilu di Era Reformasi, benar-benar merupakan arus angin perubahan menuju demokratisasi dan asas keadilan. Terutama berkaitan dengan penerapan asas pemilu yang selain luber juga jurdil.

Kelemahan internal dan eksternal Partai politik di Indonesia setidak-tidaknya mengandung tiga kelemahan utama, yaitu (1) ideologi partai yang tidak operasional sehingga tidak saja sukar mengidentifikasi pola dan arah kebijakan publik yang diperjuangkannya tetapi juga sukar membedakan partai yang satu dengan partai lain; (2) secara internal organisasi partai kurang dikelola secara demokratis sehingga partai politik lebih sebagai organisasi pengurus yang bertikai daripada suatu organisme yang hidup sebagai gerakan anggota; (3) secara eksternal kurang memiliki pola pertanggungjawaban yang jelas kepada publik. Uraian berikut ini merupakan penjabaran lebih lanjut ketiga kategori kelemahan partai politik tersebut.Menurut catatan terakhir [pada bulan Agustus 2002] terdapat 204 partai politik yang telah terdaftar sebagai badan publik di Departemen Kehakiman dan HAM. Sebagian dari partai ini mungkin hanya tinggal nama saja sedangkan pengurus dan anggotanya pindah ke partai lain. Bila ditinjau dari sejarah ideologi kepartaian di Indonesia sesungguhnya jumlah partai politik yang memiliki basis pendukung paling banyak antara 5 sampai 10 partai politik, yaitu partai-partai politik yang mempunyai basis ideologi keislaman dari berbagai spektrum, ideologi nasionalisme dari berbagai spektrum, ideologi sosialisme dari berbagai spektrum, ideologi kekristenan dari berbagai spectrum, dan ideologi kedaerahan. Dari pengalaman Pemilu 1955 dan Pemilu 1999 juga dapat disimpulkan bahwa partai politik yang memiliki basis sosial yang kuat hanyalah lima partai politik. Bila demikian, mengapa jumlah partai politik begitu banyak dewasa ini? Salah satu faktor yang menjadi penyebab mengapa begitu banyak partai politik didirikan ialah kemunculan persepsi dan penilaian dari sebagian politisi bahwa partai politik yang sudah ada, khususnya yang telah memiliki kursi dalam jumlah memadai di DPR, tidak memiliki ideologi (platform partai) yang jelas. PDIP misalnya dianggap tidak mewakili ideologi nasionalisme-marhaen karena itu dibentuklah partai politik lain (lebih dari enam partai) yang diklaim lebih mencerminkan ideologi nasionalisme-marhaen. PBB dianggap tidak terlalu mencerminkan Masyumi sehingga dibentuklah sejumlah partai lain yang mengklaim diri penerus ideologi Masyumi. PKB dipersepsi tidak mewakili ‘ideologi’ Islam tradisional NU, karena itu didirikanlah sejumlah partai lain yang diklaim lebih mewakili ‘ideologi’ NU. Partai Golkar dipandang tidak lagi mengedepankan wawasan kebangsaan sehingga dibentuklah sejumlah partai lain yang berwawasan kebangsaan, dan lain sebagainya. Yang perlu dipertanyakan adalah apakah penilaian tentang ketidakjelasan ideologi partai politik ini benar? Karena ideologi partai (platform partai, visi dan misi partai) merupakan preskripsi suatu partai tentang negara dan masyarakat yang dianggap baik dan karena itu hendak diperjuangkan perwujudannya, maka apakah suatu partai politik, bahkan politisi, memiliki ideologi yang jelas atau tidak dapatlah dilihat bukan pada AD/ART dan pidato yang penuh retorika melainkan pada pola dan arah kebijakan publik yang diperjuangkannya, pada pernyataan politik yang dikeluarkan untuk merespon aspirasi berbagai kalangan masyarakat ataupun merespon permasalahan yang dihadapi bangsa, dan pada sikap dan posisi yang diambilnya dalam pembahasan peraturan perundang-undangan di lembaga legislatif.

Partai politik di Indonesia tampaknya belum dapat dibedakan secara jelas dari sejumlah indikator tersebut melainkan lebih dapat dibedakan dari sentiment kelompok saja.Partai politik di Indonesia lebih terkesan sebagai organisasi pengurus yang sering bertikai daripada organismne yang hidup karena dinamika partai sebagai gerakan anggota. Walaupun Pasal UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik mewajibkan setiap partai politik untuk "mendaftar dan memelihara daftar anggotanya", tidak banyak partai politik yang melaksanakan amanat UU tersebut. Hal ini terjadi tidak saja karena banyak anggota rnasyarakat yang enggan mendaftarkan diri sebagai anggota partai tetapi juga karena partai politik sendiri tidak melakukan berbagai upaya yang membangkitkan minat menjadi anggota partai politik. Insentif menjadi anggota partai polilik, seperti ikut menentukan siapa yang menjadi pengurus partai, ikut menentukan siapa yang menjadi calon partai untuk pemilihan anggota dewan ataupun kepala pemerintahan pada tingkat nasional dan daerah, ikut menentukan kebijakan partai dalam berbagai peraturan perundang-undangan, dan dapat menyalurkan aspirasi melalui partai politik, kurang dijamin secara memadai. Karena partai politik tidak memiliki jumlah anggota yang jelas, maka yang terjadi kebanyakan berupa klaim jumlah anggota atau jumlah pendukung.Tidaklah mengherankan apabila banyak pihak mendirikan partai politik karena yang diperlukan hanyalah klaim jumlah saja. Karena itu dalam UU Partai Politik yang akan datang perlu ditetapkan persyaratan jumlah anggota baik sebagai persyaratan mendirikan partai politik maupun unluk ikut serta dalam pemilihan umum. Bagaimana mungkin dapat disebut sebagai partai politik sebagai kekuatan rakyat bila tidak memiliki anggota dalam jumlah yang memadai? Fenomena peningkatan jumlah partai politik juga terjadi karena perpecahan atau sempalan dari partai politik yang sudah ada. Perpecahan yang terjadi dalam partai politik belakangan ini, dapat dikatakan tidak ada yang menyangkut perbedaan ideologi ataupun karena perbedaan pola dan arah kebijakan yang hendak ditempuh. Perpecahan yang berakhir dengan pembentukan partai baru ini terutama disebabkan oleh persaingan mendapatkan kedudukan -- di dalam partai ataupun kedudukan di lembaga legislatif dan eksekutif yang mewakili partai politik -- yang tidak diatur melalui mekanisme yang terbuka, kompetitif dan fair. Demokrasi prosedural dalam tubuh partai politik tidak hanya belum melembaga/mempola tetapi juga belum dirumuskan secara rinci. Demokrasi prosedural yang saya maksudkan ialah semacam peraturan tata tertib di DPR/D ataupun AD/ART pada setiap organisasi politik. Setiap partai politik memang sudah memiliki AD/ART tetapi dirumuskan begitu umum sehingga tidak mampu menjadi aturan main untuk menyelesaikan konflik yang muncul dalam suatu partai. Manakala terjadi konflik dan AD/ART tidak mampu menjadi aturan main menyelesaikan konflik tersebut, maka kasusnya dibawa kepada massa pendukung masing-masing dan kepada ketua umum partai. Karena AD/ART tidak mampu menjadi aturan main, maka ketua umum partai harus membuat penafsiran dan kebijaksanaan. Salah satu factor yang mempengaruhi Ketua umum membuat penafsiran dan kebijaksanaan itu ialah dukungan massa. Pengambilan keputusan oleh kepeminpinan dominan ini selalu berakhir dengan ‘politik membelah bambu’, yaitu yang satu diangkat (dimenangkan) yang lain dipijak (dikalahkan). Pihak yang dikalahkan jelas tidak dapat menerima keputusan tersebut, dan karena tidak ada alternatif lain, mereka membentuk partai politik baru untuk memperjuangkan suatu visi yang diyakini. Hal lain yang masih berkaitan dengan demokrasi prosedural ialah mekanisme pemilihan pengurus, hubungan pengurus pusat dengan pengurus cabang, dan mekanisme penentuan calon partai untuk pemilihan anggota lembaga legislatif dan pemilihan kepala daerah. Ketiga hal ini selalu menjadi isu hangat dalam setiap partai, dan selalu menjadi sumber konflik internal dalam suatu partai. Dalam UU tentang Partai Politik dikemukakan bahwa kedaulatan partai terletak pada tangan anggota. Karena anggota partai hanyalah para pengurus dan aktivis partai saja, sedangkan anggota pada tingkat ‘akar rumput’, cenderung dilibatkan hanya sebagai massa penggembira dan pendukung fanatik, maka pengambilan keputusan cenderung dibuat oleh para pengurus. Penentuan calon partai untuk ikut pemilihan anggota DPR/D ataupun pemilihan kepala daerah misalnya masih didominasi oleh sekelompok kecil pengurus. Tidaklah mengherankan bila lebih dari 50% anggota DPR sekarang berasal dari wilayah JABOTABEK, dan sebagian besar anggota DPRD provinsi juga berasal dari ibukota provinsi tersebut.

Dewasa ini telah muncul tuntutan di berbagai daerah agar dalam UU Pemilu dibuat ketentuan yang tidak hanyamembuat persyaratan domisili bagi calon yang mewakili suatu daerah tetapi juga calon setiap partai harus dipilih oleh anggota partai di daerah yang bersangkutan. UU tentang pemerintahan daerah telah memberikan kewenangan yang sangat luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan daerah sendiri dalam bidang dan jenis kewenangan yang diberikan kepada daerah ybs. Akan tetapi hubungan pengurus pusat dan pengurus cabang justeru masih sangat sentralistik, bahkan bagi banyak partai yang dimaksud dengan pengurus pusat hanyalah ketua umum, sehingga tidaklah mengherankan bila cabang-cabang partai politik di daerah tidak saja kurang memiliki basis lokal tetapi juga mengalami kebingungan harus mengikuti suara partai ataukah suara pengurus. Kalau UU Parpol membuka kemungkinan mendirikan partai lokal, bukan tidak mungkin jumlah partai lokal juga akan sangat banyak sekali karena pengurus pusat partai dinilai lebih mengutamakan kepentingan orang-orang pusat daripada orang-orang daerah. Karena itu dalam partai politik juga harus dilakukan desentralisasi dalam sejumlah bidang kegiatan partai.Mengelola partai politik jelas memerlukan dana yang besar baik untuk membiayai kegiatan partai sehari-hari maupun terutama untuk keperluan kampanye pemilihan umum. Karena itu partai politik niscaya harus mencari dana baik dari iuran anggota maupun kontribusi para simpatisan. Tidaklahmengeherankan bila partai politik acapkah juga disebut sebagai sarana mencari dana. Akan tetapi partai politik dinilai tidak memiliki akuntabilitas publik yangjelas. Partai politik sebagai sarana mencari dana sudah barang tentu tidakberlaku bagi semua partai politik karena bila tidak memiliki kursi dalam jumlahyang memadai dalam DPR/D tentu tidak memiliki sarana untuk mempengaruhi pihak lain. Baik UU tentang Parpol maupun UU Pemilu sudah mengatur jenis,asal/sumber, dan jumlah penerimaan dana. Sebagai badan publik partai politik diwajibkan oleh UU Parpol untuk melaporkan penerimaan dan penggunaan dana setiap akhir tahun kepada Mahkamah Agung. Kita perlu menanyakan kepada Mahkamah Agung partai politik apa sajakah yang sudah melaporkan daftar penerimaan dan laporan keuangannya kepada Mahkamah Agung, dan kalau sudah ada, apakah MA sudah menunjuk akuntan publik untuk mengaudit daftar penerimaan dan laporan partai torsebut.Sebagaimana pernah diungkapkan oleh sejumlah media ternyata hanya dua partai politik yang sudah menyampaikan laporan keuangannya kepada Mahkamah Agung tetapi itupun untuk tahun anggaran 2000. Dengan kasatmata masyarakat mengetahui pelaksanaan sejumlah kegiatan partai yang jelas menghabiskan anggaran yang besar tetapi sumber dana partai politik peserta pemilu tidak transparan. Akibatnya publik tidak dapat mengetahui apakah yang dilakukan oleh suatu partai politik di lembaga legislatif dan eksekutif berhubungan langsung ataukah tidak dengan kepentingan penyumbang dana terbesar bagi partai tersebut. Konsekuensinya, juga tidak akan diketahui apakah yang rnemegang kedaulatan partai itu para pengurus ataukah penyandang dana.

Atau kalau ingin lebih tahu lengkapnya klik link INI 


Oleh: Puji Laksono ( Mahasiswa Unesa '07 )

0 CommentS:

Posting Komentar

Terima kasih atas Komentarnya ya..

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cari

Adsense Indonesia
Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Statistik

Adsense Indonesia