Halaman

Semanggi Makanan Tradisonal Khas kota Surabaya Sebagai Industri Keluarga Dari Dulu, Sekarang dan di Masa Mendatang



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Surabaya sebagai kota metropolitan ternyata masih mempunyai berbagai macam unsur kebudayaan yang bersifat tradisional. Salah satu kekayaan kebudayaan yang dimiliki oleh Surabaya adalah dengan banyaknya makanan-makanan tradisonal yang masih menjadi ikon dan kegemaran masyarakat Surabaya untuk dinikmati oleh semua kalangan masyarakat. Berbicara makanan khas di Surabaya memang tidak ada habisnya. Makanan-makanan tradisonal khas dari kota Surabaya diantara lain rujak cingur, lontong balap, nasi bebek dan juga semanggi. Semanggi adalah sekelompok paku air (Salviniales dari marga Marsilea) yang di Indonesia mudah ditemukan di pematang sawah atau tepi saluran irigasi. Secara morfologi bentuk tumbuhan ini sangat khas, karena bentuk daunnya yang menyerupai payung yang tersusun dari empat kelopak anak daun yang berhadapan. Makanan khas kota Surabaya disajikan di atas wadah yang terbuat dari daun pisang (pincuk), terdiri dari beberapa jenis sayuran seperti daun semanggi, kecambah, kale dan ditaburi dengan bumbu yang terbuat dari ubi jalar dan saus kacang serta sambal yang terbuat dari singkong, gula jawa, terasi, petis udang, dan cabai. Enak dimakan dengan kerupuk puli yakni krupuk yg terbuat dari beras. Memakan semanggi mempunyai beberapa manfaat salah satu diantaranya adalah mencegah osteoporosis. 





Di Surabaya, Semanggi kebanyakan diproduksi oleh masyarakat sekitar daerah Benowo dan Manukan. Semanggi surabaya ini banyak dijual dimana-mana mulai tempat-tempat seperti gerai, restoran atau hotel-hotel berbintang yang ada di Surabaya hingga dijual secara keliling oleh perempuan paruh baya ke atas. Penjual semanggi keliling ini berjualan atau berkeliling dari pagi hingga siang hari juga pada sore hari. Para penjual semanggi keliling ini menjajakan semanggi ke seluruh pelosok kota Surabaya dengan membawa bakul yang digendong di punggung serta berjalan kaki. Para penjual keliling semanggi Surabaya ini mudah untuk dikenali karena kebanyakan mereka mengenakan jarit dan selendang untuk memanggul semanggi. Selain itu ibu-ibu penjual semanggi mengenakan kain kebaya dan kain batik. Formasi dagangan ketika disunggi pun sangat khas. Sebuah besek atau keranjang berisi sayur dan bumbu berada di bawah, kemudian di atasnya ditumpangkan seplastik besar kerupuk puli. Tangan satu memegang dagangan di atas kepala, tangan yang lain menenteng keranjang yang berisi daun-daun pisang untuk pincuk dan gear lainnya. Tentu dibutuhkan keseimbangan yang luar biasa sehingga dagangan ini tidak tumpah. Ketika ada pembeli, dengan suatu teknik yang sigap, keranjang yang menjulang tinggi di atas kepala ini bisa mendarat dengan sempurna. Sebaliknya, ketika selesai melayani, keranjang dagangan ini pun bisa dengan cepat berpindah ke atas kepala. Harga yang ditawarkan oleh penjual semanggi keliling ini jauh lebih murah daripada semanggi yang dijual di gerai-gerai makanan, restoran maupun hotel-hotel berkelas. Para penjual semanggi keliling ini menjual dengan harga rata-rata Rp.3000- Rp.3500 per porsinya. Sedang semanggi yang dijual di gerai-gerai makanan, restoran serta hote-hotel berkelas mematok harga sekitar Rp.8000- Rp. 10.000 per porsinya.





Hanya saja, seiring modernisasi, makanan tersebut semakin sulit diperoleh. Entah karena peminat warga Surabaya yang mulai surut, atau penjual yang telah mulai enggan berjualan. Namun di balik itu semua banyak para wisatawan lokal atau asing yang berkunjung ke Surabaya tidak lupa untuk menyempatkan diri untuk menikmati hidangan semanggi. Banyak diantara mereka membeli semanggi di gerai-gerai makanan atau hotel tempat mereka menginap meskipun harga yang ditawarkan sedikit mahal dari harga yang dijual oleh pedagang semanggi keliling tetapi citarasa yang ditawarkan tetap sama dengan tempat yang lebih nyaman. Tetapi tidak jarang diantara mereka juga membeli secara langsung semanggi yang dijajakan oleh penjual semanggi keliling tersebut. Dengan melihat tekad dari para penjual semanggi tradisional yang menggunakan cara gendong untuk menjajakan semanggi untuk menjaga kelestarian budaya-budaya tradisional yang masih ada di kota Surabaya dan menjadikan hal itu sebagai komoditas bisnis baik lokal maupun asing. Hal itulah yang membuat peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian kecil dengan mengambil judul Semanggi Makanan Tradisonal Khas kota Surabaya Sebagai Industri Keluarga Dari Dulu, Sekarang dan di Masa Mendatang.
B. Fokus Penelitian/ Rumusan Masalah Penelitian
    Di dalam penulisan proposal yang berjudul Semanggi Makanan Tradisonal Khas kota Surabaya Sebagai Industri Keluarga Dari Dulu, Sekarang dan di Masa Mendatang memiliki rumusan – rumusan masalah sebagai berikut :
1. Motif apakah yang menyebabkan semanggi menjadi sebuah komoditas bisnis wisata kuliner di Surabaya?
2. Bagaimana eksistensi para penjual semanggi tradisonal di kota Surabaya?

TEMUAN DATA DAN ANALISA DATA


Dari penelitian yang diadakan tanggal tanggal 19 Mei 2010-26 Mei 2010 peneliti mendapatkan beberapa data. Data yang pertama adalah data yang berasal dari hasil observasi atau pengamatan peneliti dan data sekunder. Data tersebut diantaranya. Di Surabaya, Semanggi kebanyakan diproduksi oleh masyarakat sekitar daerah Benowo. Semanggi adalah sekelompok tanaman paku air (Hydropterides) dari marga (Marsilea) yang di Indonesia mudah ditemukan di sekitar pematang sawah atau tepian saluran irigasi. Makanan khas Surabaya yang disajikan pada piring yang terbuat dari daun pisang atau disebut 'pincuk' ini terdiri dari beberapa sayur seperti daun semanggi, kecambah dan disiram dengan bumbu ketela rambat beserta sambal cabe rawit yang pedas. Untuk menikmatinya, akan semakin mantap jika dimakan dengan krupuk puli yaitu krupuk yang dibuat dari beras Secara morfologi bentuk tumbuhan ini sangat khas, karena bentuk daunnya yang menyerupai payung yang tersusun dari empat kelopak anak daun yang berhadapan.Semanggi merupakan salah satu makanan khas tradisonal kota Surabaya yang sampai sekarang masih bertahan meskipun dihadapkan dengan persaingan-persaingan dengan berbagai macam makanan moderen utamanya dengan makanan yang cepat saji fast food. Semanggi juga merupakan sebagai wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Semanggi termasuk kebudayaan fisik dan tidak memerlukan banyak penjelasan karena itu semua hasil konkret dari perbuatan manusia. Untuk menjaga semanggi tetap eksis dan menjadi makanan tradisional maka diharapkan partisipasi masyarakat kota Surabaya untuk melestarikan dan mengenalkan kepada generasi yang ada di bawahnya agar semanggi tetap menjadi makanan favorit bagi mereka meski hasil akhirnya berbeda. Semanggi sendiri merupakan suatu industri makanan keluarga yang sudah turun temurun dari tiap keluarga terutama pada pusat semanggi sendiri di daerah Benowo dan Manukan. mereka bisa berasal dari sana adalah karena di sanalah terdapat juragan yang memproduksi semanggi lalu juragan tersebut menjual semangginya bagi ibu-ibu di daerah tersebut yang berprofesi sebagai penjual pecel semanggi keliling. Hampir setiap rumah atau perkampungan di wilayah tersebut warganya berjualan semanggi secara keliling. Bahkan mereka rela untuk pindah domisili untuk sementara ke perkampungan yang ada di sekitar pusat kota Surabaya. Hampir tiap kampung di Surabaya terdapat penjual semanggi yang berdomisili yang asal-usul mereka berasal dari Benowo. Para penjual semanggi berkumpul di pinggir jalan yang ramai sedang mempersiapkan diri untuk segera berpencar menuju berbagai sudut kota. Para penual semanggi tradisional ini berjualan dari pukul 09.00 pagi samapai pukul 15.00 sore hari. Para penjual semanggi ini selain tujuan utamanya untuk menjual makanan dalam hal ini semanggi, mereka juga berusaha untuk melestarikan makanan tradisional ini agar tetap diminati oleh warga kota Surabaya. Mereka pun mempunyai suatu kebanggan sendiri dengan menjual makanan khas dari kota mereka sendiri. Hal ini sesuai dengan teori yang diterapkan oleh Peter Blau tentang pertukaran sosial yakni mereka menjual semanggi tersebut untuk mendapatkan ganjaran berupa ganjaran ekstrinsik dan ganjaran intrinsik. Ganjaran ekstrinsik yang diterima dapat berupa uang atau penghasilan yang mereka selama berjualan. Sedang untuk ganjaran intrinsik mereka mendapatkan kebanggaan dan kepuasan tersendiri dengan menjual semanggi sebab semanggi merupakan makanan khas atau ikon dari kota mereka sendiri yaitu kota Surabaya. Seperti yang dijumpai di kawasan diponegoro dekat dengan pemberhentian bis tampak beberapa wanita paruh baya itu dengan berpakaian kebaya dan berjarit beranjak turun. Di depannya terdapat bakul tempat dagangannya dan tak lupa krupuk puli dalam kantung plastik yang cukup besar.


Dari hasil wawancara diperoleh data sebagai berikut
1. Ibu Suparmi
Seorang subyek yang menekuni bisnis atau usaha semanggi ini baru menggeluti usahanya sekitar 5 tahun. Usaha ini pun diperoleh dari peninggalan ibu mertua subyek. Subyek dengan senang hati melanjutkan usaha ini. Dengan memiliki kurang lebih 10-12 pekerja/penjual semanggi keliling subyek dapat menghidupi keluarganya. Dengan tekad yang kuat tetap menjalankan usahanya meskipun berulang kali mendapatkan pasang surut penghasilan. Dengan kebanggaan dan kecintaan terhadap kota kelahiranya membuat subyek membantu pemerintah kota dengan menjaga dan melestarikan makanan tradisional ini sebagai budaya lokal yang diprotektif agar tidak hilang seketika. Meskipun dengan keberhasilannya dari segi materi namun tetapi yang lebih membuat rasa puas dan bangga secara lebih dan tidak ternilai oleh materi adalah kebanggannya menjaga semanggi sebagai budaya lokal yang pada saat ini masih hidup di tengah persaingan makanan-makanan tradisional.
2. Ibu Ati
Subyek yang telah berusia lebih dari separuh abad ini tetap loyal dengan mata pencahariannya ini meskipun penghasilan yang didapatnya tidak menentu. Bekerja sebagai penjual semanggi keliling selama 20 tahun ini semakin membuat subyek bersemangat untuk terus melestarikan dan mengembangkan/ mengenalkan semanggi kepada generasi muda. Pada generasi muda sekarang ini banyak disuguhi makanan-makanan modern dan cenderung untuk melupakan makanan tradisonal ini padahal makanan tradisional ini merupakan sebuah ikon dari masyarakat Kota Surabaya. Subyek berjualan secara berkeliling dari satu kampung ke kampung lainnya. Biasanya subyek berangkat dari rumah dengan naik angkutan umum dan sesampai pada tempat biasa subyek bekerja sering melanjutkan dengan berjalan kaki mengelilingi kampung-kampung yang ada di sekitar jalan Diponegoro dan juga sekitar jalan Genteng. Subyek menjual satu porsi semanggi ini dengan harga yang sangat terjangkau yaitu dengan harga Rp.3.500- Rp. 4.000. meskipun pada jaman sekarang lebih sulit untuk menjual semanggi karena harus bersaing dengan makanan-makanan moderen yang lain tetapi subyek tetap berusaha menyuguhkan semanggi di era yang modernisasi ini.
3. Ibu Mujeni (47 tahun) penjual semanggi keliling
Subyek merupakan warga asli Kendung namun pindah ke wilayah Petemon Timur agar lebih dekat dengan tempat subyek berjualan semanggi. Subyek telah lama berjualan semanggi secara keliling yakni hampir 25 tahun lebih. Hampir seluruh keluarganya bekerja sebagai penjual semanggi keliling. Berjualan semanggi merupakan suatu tradisi dalam keluarganya. Bahkan jika salah satu anggota keluarganya ada yang menolak untuk berjualan semanggi utamanya perempuan maka orang tersebut akan dikucilkan oleh keluarga. Subyek mendapatkan semanggi dari juragannya sedang untuk bumbu-bumbunya subyek membelinya sendiri dan mengolahnya sendiri. Proses pengolahan bumbu-bumbunya menggunakan resep keluarga yang orang lain tidak diperkenankan untuk melihat proses pengolahan lebih lanjut. Subyek sangat bangga berjualan semanggi sebab di satu sisi subyek mendapatkan materi namun di sisi lain juga mendapatkan sisi kepuasan dalam hal non materi sebab dengan menjual semanggi berarti subyek melestarikan tradisi keluarga dan juga menjaga sebuah budaya dalam hal in i makanan tradisional agar tidak punah.
Hampir semua pedagang Semanggi gendongan ini menawarkan harga Semanggi yang relatif terjangkau, dengan rasa yang cukup nikmat. Untuk penyajiannya seperti pada umumnya, namun seporsi sayur Semanggi ditambah sayuran kangkung atau daun lembayung (daun ubi), lalu sambal dan krupuk puli lebar. Menurut salah satu penjual semanggi yang ada di kawasan petemon bagi mereka yang tidak berjualan semanggi sedang sanak saudaranya semua berjualan semanggi mereka akan mendapatkan sindiran-sindiran dari keluarga maupun tetangga-tetangga mereka yang ada di Benowo. Semanggi sendiri didapat oleh para penjual dengan membeli tanaman tersebut ke para pembudidaya tanaman semanggi tersebut. Sebagian lainnya mereka mencoba menanamnya di beberapa petak sawah berukuran kecil yang letaknya di belakang rumah. Namun jumlah penjual semanggi juga semakin menurun. Banyak penjual semanggi yang beralih profesi karena usaha ini tidak menguntungkan. Semanggi kebanyakan diproduksi dan dijual oleh warga dari daerah Benowo, Surabaya.
    Hampir setiap ada event atau acara kuliner yang diadakan di Surabaya semanggi selalu dapat dijumpai diantara banyaknya makanan yang lainnya. Meski dihadapkan dengan banyaknya pilihan makanan yang ada atau yang dijajakan pada saat acara kuliner tersebut masyarakat juga tidak lupa untuk menikmati sepincuk semanggi dengan krupuk pulinya tersebut. Apalagi pada saat acara menyambut hari ulang tahun Surabaya setiap tanggal 31 mei, pemerintah kota selalu mengadakan festival makan gratis yang dilakukan selama dua hari. Pemerintah kota menunjuk beberapa titik tempat untuk menjadi penyelenggara acara tersebut. Hal ini diharapkan bahwa masyarakat tetap mengenal dan melestarikan makanan-makanan khas dari Surabaya. Hal ini juga disambut dengan baik oleh para penjual makanan tradisional kota Surabaya selain mendatangkan penghasilan yang lebih mereka juga dapat menunjukkan eksistensi dari makanan tradisional khas Surabaya. Sekarang semanggi pun bukan dimiliki oleh warga Surabaya tetapi dimiliki oleh warga Jawa Timur.
Bagi sebagian orang Surabaya, pecel semanggi adalah makanan yang bikin orang teringat selalu. Selain susah untuk membelinya, panganan ini mempunyai rasa dedaunan yang khas. Kalau sedang beruntung, mungkin siapa saja bisa menjumpai pedagang yang rata-rata wanita berusia uzur itu di pinggir jalan atau sudut gang. Selain dapat membeli semanggi dari penjual semanggi keliling, semanggi juga dapat ditemukan atau diperjualkan di beberapa tempat seperti:
a. Pujasera Galaxy Mall
b. Cafesera, jln. Polisi Istimewa
c. Di Hotel Surabaya Plaza. Dengan membidik kalangan menengah, sajian Semanggi di hotel ini laris juga dipesan tamu. Tidak hanya para tamu yang menginap di hotel saja yang bisa menikmati, tapi dibuka untuk umum bagi siapa saja yang ingin menikmati Semanggi. Untuk menikmati Semanggi ditawarkan seharga 10.000 rupiah per porsi.
d. Di gerai tempat makan STS (Semanggi Top Surabaya). STS memang belum membuka kedai sendiri. Hampir selama 13 tahun ini, STS berjualan di Rumah Makan Antariksa di Jl Diponegoro aktivitasnya sebagai peserta di Festival Jajanan Bango 2008 lalu di Surabaya.



A. Kesimpulan
Pada laporan small riset yang berjudul Semanggi Makanan Tradisonal Khas kota Surabaya
Sebagai Industri Keluarga Dari Dulu, Sekarang dan di Masa Mendatang ini dapat disimpilkan bahwa selain sebagai makanan tradisional semanggi juga menjadi suatu industri keluarga. Industri keluarga ini banyak dijumpai di daerah Benowo dan Manukan. Industri semanggi ini sudah berjalan secara turun-temurun. Semanggi dipasarkan dengan cara penjual menjajakan secara langsung dengan berjalan kaki dari kampung ke kampung lainnya. Selain dengan cara tradisional semanggi juga dijual di tempat-tempat yang lebih nyaman dan berkelas seperti Pujasera Galaxy Mall, Cafesera, jln. Polisi Istimewa, Hotel Surabaya Plaza dan gerai tempat makan STS (Semanggi Top Surabaya). Meskipun dengan tempat yang berbeda dan juga harga yang berbeda namun citarasa yang disajikan tidak kalah dengan penjual semanggi yang tradisional.
    Meski di tengah era globalisasi ini telah muncul banyak varian makanan-makanan modern yang menarik tetapi tidak mampu mengurangi rasa kerinduan masyarakat kota Surabaya untuk menikmati makanan tradisional yang ada utamanya adalah semanggi. Hampir di setia event kuliner yang diselenggarakan di Surabaya semanggi dan makanan tradisional Surabaya merupakan menu wajib untuk ditampilkan dan dihidangkan kepada masyarakat kota. Hal ini ditujukan dalam upaya pelestarian budaya-budaya tradisional sebab jika tidak dilindungi maka budaya tersebut akan hilang atau punah. Dapat diketahui pula bahwa penjual semanggi tradisional berjualan semanggi tidak hanya mendapatkan segi komersialisasi saja namun mereka juga mendapatkan suatu rasa kebanggaan dan kepuasan dengan melestarikan semanggi dan menjual kepada masyarakat. Hal ini mereka juga berperan agar semanggi tetap ada dan menghindari dari tindasan-tindasan kapitalisme. Selain itu dapat disimpulkan bahwa:
1. Rata-rata pembeli semanggi adalah orang-orang tua, yang masih mengenal makanan semanggi dan rasa khasnya. Ini berarti pelanggan sangat langka dan dikejar oleh waktu sebelum hilang.
2. Sangat sedikit orang muda yang mengenal apa itu semanggi. Kalaupun mengenal, tarikan sebuah kuat dari kata yang dinamakan gengsi serta kemewahan restoran fast food dengan kenyamanan AC-nya yang sejuk akan membuat mereka semakin jauh dengan apa yang dinamakan pecel semanggi
3. Melihat asal para penjual pecel semanggi ini dan pemasok bahan mereka yang tunggal di daerah Benowo, maka dapat dipastikan dari sisi para penjual pecel semanggi ini juga sangat rentan untuk segera hilang .
4. Pecel semanggi dan para penjual gendongnya sebenarnya adalah sebuah budaya khas Surabaya dan fenomenal.
5. Ketidakmampuan Pecel semanggi untuk menembus ke restoran-restoran besar, walaupun di Surabaya terdapat depot semanggi yang cukup terkenal, yakni depot semanggi Dempo di Jl. Dempo (daerah Petemon), Surabaya
 

B. Saran
Untuk melindungi budaya-budaya yang sifatnya tradisional ini diharapkan banyak peran serta dari semua lapisan masyarakat. Selain peran serta atau partisipasi tersebut juga harus ditimbulkan kesadaran yang tinggi kepada masyarakat agar budaya tersebut tidak hilang atau punah. Peran generasi muda sangat diperlukan untuk menjaga dan melestarikan semanggi ini sehingga tidak mengalami kepunahan. Generasi muda ini dapat diharapkan dapat menjadi duta budaya dan kesenian lokal dan dapat mengenalkan semanggi sebagai makanan tradisional yang wajib dicoba bagi semua masyarakat lokal baik yang ada di Surabaya maupun di luar kota Surabaya. Bagi pemilik usaha tempat kuliner yang ada di Surabaya dapat membantu dengan menyediakan makanan semanggi sebagai menu andalan dan menu wajib sehingga dapat dinikmati dengan harga yang terjangkau dan dengan tempat yang aman serta nyaman. Untuk pemerintah kota diharapakan mampu melindungi dan melestarikan semanggi dengan cara membantu atau memfasilitasi cara penjualan semanggi kepada semua lapisan masyarakat dengan cara mengadakan event-event kuliner dengan tema makanan tradisonal Surabaya. Selain itu pemerintah kota juga harus melakukan penyuluhan dan pemberian bimbingan motivasi dan kesadaran kepada para penjual semanggi tradisional maupun para industri rumah tangga semanggi agar tetap menjaga kebudayaan tersebut. Selain motivasi dan kesadaran pemerintah senyatanya juga harus memberikan suntikan modal kepada para penjual semanggi. Dengan adanya suntikan modal ini diharapakan pnejual semanggi dapat terus menjaga bahkan melestarikan semanggi dan yang terpenting bagi para penjual semanggi ini adalah mereka mendapatkan perhatian khusus dan apresiasi dari pemerintah kota.

DAFTAR PUSTAKA



 
Poloma. Margaret M. 2007. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Ritzer. George, Goodman J. Douglass Teori Sosiologi Modern, Kencana, Jakarta,
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta
Http://www.surabayapost.co.id/ Pecel Semanggi Surabaya, Makanan Tradisional Yang Hampir Punah. Diakses senin 03 Mei 2010 pukul 18.00


Oleh : Wiyono (Mahasiswa Unesa 07)

0 CommentS:

Posting Komentar

Terima kasih atas Komentarnya ya..

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Cari

Adsense Indonesia
Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Statistik

Adsense Indonesia